Hati Hati jika anda sering membuat status atau pernyataan di media sosial, nanti terkena Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan bisa diperkarakan bahkan dipidana, pernyataan tersebut menjadi sering diperbincangkan oleh masyarakat pengguna media sosial belakangan ini. Konten yang menjadikan terlapor sebagian besar mengenai pencemaran nama baik atau menyinggung nilai Agama, Suku, RAS, dan antar golongan (SARA).
Benarkah dapat dituntut dalam delik pencemaran nama baik, ketika dalam bermedia sosial secara spontanitas kita mengatakan seseorang jelek, bodoh, kurang profesional yang merupakan sebuah opini yang didapatkan dari hasil evaluasi pribadi berdasarkan wawasan dari orang yang berpendapat atas tindakan atau aksi yang sedang atau baru saja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang disebut kurang baik tersebut.
Pada kenyataannya memang sudah ada sederet nama masyarakat yang sudah terkena maupun dalam proses menjalani pemeriksaan akibat terjerat UU ITE. Untuk diketahu bahwa pertama kali disahkan pada tahun 2008 yaitu UU ITE nomor 11 Tahun 2008 namun kemudian direvisi menjadi UU nomor 19 Tahun 2016 dan mulai berlaku pada 28 Nopember 2016 dengan salah satu tujuan untuk meredam potensi konflik dan meredam pelanggaran etika sosial di dunia digital.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah benarkah UU ITE melarang orang untuk berpendapat meskipun terkadang dengan suatu pendapat apa pun itu, mesti selalu saja ada pihak yang merasa tidak senang dengan muatan atau substansi dari pernyataan dalam status seseorang tersebut meskipun tanpa disengaja.
Kondisi dewasa ini seperti dirilis oleh Kementerian Kominfo bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai angka 63 Juta orang dan 95 % merupakan pengguna media sosial, dan mungkin saya dan anda sebagai salah satunya, untuk itu kiranya penting ketika kita yang hidup di negara hukum untuk mengetahui aturan yang berlaku berkenaan dengan aktifitas baru yang gemar di kerjakan dewasa ini yaitu bermedia sosial.
Jauh sebelum UU ITE terbit sekalipun apabila dalam suatu kondisi terdapat suatu pernyataan yang memang membuat sebagian atau segolongan orang merasa tersinggung atas pernyataan yang dijadikan profil atau status di medsos, maka dengan sendirinya sebagian pengguna medsos lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan Netizen sudah barang tentu memberikan respon terhadap ujaran tersebut, hal demikian merupakan salah satu bentuk sanksi sosial yang terjadi dalam media sosial dan namun sering di istilahkan dengan bullyng, dengan demikian, apa yang terjadi dalam berhubungan melalui media sosial tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada dunia nyata.
Mengutip penjelasan Prof.Dr.Henri Subiakto,SH,MH staf ahli Menteri pada Kementerian Kominfo RI dalam sebuah talkshow di TV Swasta, ia menjelaskan bahwa sebetulnya tidak ada larangan dalam UU ITE sehingga mampu membatasi seseorang dalam membuat suatu opini yang bisa jadi tidak menyenangkan orang lain, yang tidak boleh adalah menuduh dengan fakta palsu misalnya saja menuduh orang sebagai pemerkosa atau menuduh seseorang adalah seorang koruptor, menuduh orang menipu maka hal ini merupakan salah satu pencemaran nama baik.
Beberapa pasal yang sering menjerat pengguna sosial yang tidak patuh adalah Undang Undang ITE Pasal 27 Ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” dan Pasal 28 Ayat 2 yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak meyebarkan informasi yang ditimbulkan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu lain/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, RAS dan antar golongan (SARA).
Melihat fakta bahwa di pulau Belitung salah satunya, saat ini sudah terdiri dari masyarakat yang cukup heterogen baik dari segi agama, RAS, suku dan perbedaan lainnya yang sebagian maupun seluruhnya terdapat banyak sekali perbedaan dalam menafsirkan suatu pendapat sebab nilai sosial yang terdapat dalam masing masing perbedaan akan ditafsirkan berbeda pula. Dan satu hal yang saya dan anda pengguna media sosial harus lebih sering mengingatkan diri sendiri, bahwa media sosial terkoneksi dengan jaringan yang terdiri dari seluruh keragaman yang ada di Indonesia bahkan dunia.
Norma apapun yang berlaku pada hukum sosial masyarakat pada dunia nyata maka otomatis berlaku pula pada media sosial karena pengguna sosial adalah mayarakat sosial yang ada di dunia riil, maka bayangkan ketika anda sedang online maka sekumpulan orang sedang berada di depan anda, mereka akan merespon apapun yang anda sampaikan dengan respon yang kurang lebih sama dengan yang akan terjadi jika anda sampaikan di depan mereka.
Untuk itu akan lebih bijak ketika akan membuat suatu opini atau status pada media sosial, coba bayangkan anda menjadi orang lain yang nanti akan membaca status atau opini anda tersebut, akun yang anda buat sendiri memang milik anda dan anda bebas menulis apapun, namun ingatlah bahwa letak akun itu ada pada ruang publik yang satu sentuhan saja dapat dibaca, dilihat dan didengar oleh pengguna media sosial di seluruh dunia, dan bisa jadi ketika dilihat dari aspek agama, dari sekian banyak pengguna sosial yang merasa sakit hati karena merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut bukan tidak mungkin harus menyelesaikan urusan dengan semua netizen di padang mahsyar.